Reporter : Chazizah Gusnita
68 tahun sudah Indonesia merdeka. Sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah ruah. Meski begitu, kekayaan alam tersebut haruslah dijaga dan dirawat agar Indonesia tidak menjadi negara yang mengalami kebangkrutan seperti kota-kota di Amerika Serikat, salah satunya Detroit.
Di awal abad ke-21 ini, banyak negara mengalami masalah perekonomian yang bersumber dari kegagalan masyarakatnya dalam kehidupan bernegara. Krisis Eropa memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Seperti Yunani yang mengalami kebangkrutan karena rendahnya penghimpunan pajak dan korupsi yang merajalela.
Bagi negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah, pajak menjadi satu-satunya sumber pembiayaan negara. Pemanfaatan uang pajak yang telah dihimpun, menjadi hal yang krusial terutama dalam distribusi dan pengawasannya. Tidak optimalnya pemungutan pajak akan berujung pada bertambahnya utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan negara. Selain itu, struktur anggaran yang tidak efisien dan korup juga berimbas pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang berujung pada utang luar negeri.
Dalam batas tertentu, utang luar negeri cukup aman dimanfaatkan jika memang dibutuhkan sebagai investasi, dengan catatan struktur anggaran sangat efisien tanpa adanya praktik mark-up biaya maupun program yang tidak efektif. Namun jika utang luar negeri sudah sedemikian besar, negara manapun akan kesulitan dalam menghadapinya.
Saat ini, rakyat Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa suatu saat kekayaan alam berlimpah yang dimilikinya akan habis. Cadangan minyak bumi diperkirakan hanya tersisa untuk 12 tahun lagi. Demikian pula dengan cadangan gas bumi yang diperkirakan hanya mencukupi hingga 50 tahun ke depan. Banyak hutan Indonesia yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit guna memperbanyak lapangan kerja. Dan meski tidak diketahui dengan pasti, cadangan mineral berharga seperti emas, dipastikan akan habis dalam beberapa dekade mendatang.
Dengan kondisi tersebut, rakyat Indonesia harus merenungkan kembali bahwa kehidupan bernegara di masa mendatang akan sangat ditopang oleh pengumpulan pajak. Harus disadari bahwa Indonesia telah lama meninggalkan status negara pengekspor minyak, dan sudah beralih sebagai pengimpor minyak. Betapa dominannya pembiayaan negara dari pajak juga sudah terlihat dalam satu dekade terakhir, dimana pajak mendominasi hingga 70% dari pendapatan negara.
Harus disadari bersama bahwa pemungutan pajak memang dapat dipaksakan. Namun demikian, alangkah indahnya apabila seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang berkecukupan, menjadi wajib pajak patuh, yang bangga dalam membayar pajak. Di beberapa negara maju, kebanggaan dalam membayar pajak diwujudkan dalam antusiasme masyarakat dalam mengawasi penggunaannya. Melalui wakil rakyat, lembaga sosial kemasyarakatan, maupun jurnalistik media, sangat gencar melakukan kritik atas penggunaan uang pajak apabila dipandang tidak efektif menyejahterakan rakyat.
Masih dalam suasana Idul Fitri 1434 H, sekaligus merayakan hari kemerdekaan Indonesia, berbagai perenungan di atas dapat dimaknai sebagai upaya bersama untuk mewujudkan rakyat yang sadar pajak. Disamping itu, pengawasan dalam penggunaan uang pajak pada hakikatnya adalah bentuk kebanggaan kita dalam membayar pajak.
Semakin bangga dalam membayar pajak, kita akan semakin peduli bahwa penggunaan uang pajak harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kesadaran kita dalam membayar pajak, diikuti dengan kepedulian kita dalam mengawasi penggunaannya, akan membentuk masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-68, mohon maaf lahir dan batin, sekali merdeka tetap merdeka!